Kamis, 29 April 2010

Dampingi Anak Berkebutuhan Khusus

PERLU perhatian khusus untuk membesarkan anak berkebutuhan khusus. Bila dibimbing secara maksimal, mereka bisa tumbuh seperti anak normal lainnya.

Jumlah anak berkebutuhan khusus di Indonesia terus meningkat jumlahnya. Pada Hari Autis Sedunia yang jatuh pada 8 April lalu diketahui bahwa prevalensi anak berkebutuhan khusus saat ini mencapai 10 anak dari 100 anak. Berdasarkan data ini menunjukkan 10 persen populasi anak-anak adalah anak berkebutuhan khusus dan mereka harus mendapatkan pelayanan khusus.

Anak yang dikategorikan sebagai anak berkebutuhan khusus adalah anak-anak yang mengalami keterbelakangan mental, ketidakmampuan belajar atau gangguan atensi, gangguan emosional atau perilaku, hambatan fisik, komunikasi, autisme, traumatic brain injury, hambatan pendengaran, hambatan penglihatan, dan anak-anak yang memiliki bakat khusus.

"Mereka secara fisik, psikologis, kognitif atau sosial terhambat dalam mencapai aktualisasi potensinya secara maksimal," ucap Dra Psi Heryanti Satyadi MSi saat acara seminar bertema "Mengatasi Anak Berkebutuhan Khusus/Special Needs" yang diselenggarakan KiddyCuts.

Psikolog yang berpraktik di Jalan Paku Buwono VI Nomor 84 Kebayoran Baru ini juga mengatakan, eningkatnya populasi anak berkebutuhan khusus ini salah satunya karena perubahan gaya hidup. "Banyak penyebab meningkatnya angka populasi ini. ang pertama adalah karena semakin banyaknya orang yang peduli terhadap anak berkebutuhan khusus dan adanya perubahan gaya hidup yang memang berbeda pada zaman dulu," ujarnya psikolog dari I Love My Psychologist ini.

Di zaman sekarang ini, banyak orang tua yang hanya memiliki sedikit waktu untuk keluarga. Hal tersebut juga berdampak pada anak-anak yang menjadi kurang perhatian, terutama pada anakanak yang berkebutuhan khusus. "Anak berkebutuhan khusus merupakan anak yang memang secara signifikan berbeda dalam beberapa dimensi yang penting dari fungsi kemanusiaannya," papar psikolog yang berpraktik di Kawasan Kelapa Gading ini.

Penyebab seorang anak mengalami keterbelakangan mental ini disebabkan beberapa hal. Antara lain dari dalam dan dari luar. Jika dari dalam adalah karena faktor keturunan.

Sedangkan dari luar memiliki banyak penyebab. Penyebab dari luar ada beberapa faktor. Satu di antaranya karena maternal malanutritisi (malanutrisi pada ibu). Ini biasanya terjadi pada ibu hamil yang tidak menjaga pola makan yang sehat, keracunan atau efek substansi.

Hal tersebut bisa memicu kerusakan pada plasma inti, kerusakan pada otak waktu kelahiran, gangguan pada otak. Misalnya tumor otak, bisa juga karena gangguan fisiologis seperti down syndrome.

"Penyebab dari luar juga bisa. Misalnya karena pengaruh lingkungan dan kebudayaan. Biasanya ini terjadi pada anak yang dibesarkan di lingkungan yang buruk. Kasus abusif, penolakan atau kurang stimulasi yang ekstrem dapat berakibat pada keterbelakangan mental," katanya.

Pada umumnya, anak-anak yang berkebutuhan khusus dan sebagian anak normal mengembangkan suatu bentuk perilaku yang perlu perhatian dan penanganan secara khusus dan hati-hati.

Perilaku tersebut bisa saja terjadi karena anak merasa frustrasi tidak dapat mengekspresikan dirinya dengan kata-kata yang komunikatif agar dipahami orang lain. Akhirnya amarahnya meledak dan mengamuk.

"Banyak anak berkebutuhan khusus mengalami masalah serius dalam pengendalian perilaku dan memerlukan bantuan untuk mengendalikan ledakan-ledakan perilaku agresif, yang tidak relevan dengan situasi sosial sehari-hari," papar ibu dua anak ini.

Dokter ahli kejiwaan Dr Ika Widyawati SpKJ (K) mengatakan, anak yang perlu penanganan khusus tidak harus belajar di sekolah khusus. Mereka bisa saja disekolahkan di sekolah umum bersama anak normal lainnya.

"Jika anak disekolahkan di sekolah umum, itu adalah langkah yang tepat dilakukan orang tua asalkan mereka bisa mengikuti pelajarannya," ujar Kepala Divisi Psikiatri Anak Departemen Psikiatri FKUI/RSCM tersebut.

sumber: http://www.autis.info

Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus

Pendidikan adalah hak seluruh warga negara tanpa membedakan asal-usul, status sosial ekonomi, maupun keadaan fisik seseorang, termasuk anak-anak yang mempunyai kelainan sebagaimana di amanatkan dalam UUD 1945 pasal 31. . Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, hak anak untuk memperoleh pendidikan dijamin penuh tanpa adanya diskriminasi termasuk anak-anak yang mempunyai kelainan atau anak yang berkebutuhan khusus. Anak dengan kebutuhan khusus (special needs children) dapat diartikan secara simpel sebagai anak yang lambat (slow) atau mangalami gangguan (retarded) yang tidak akan pernah berhasil di sekolah sebagaimana anak-anak pada umumnya. Banyak istilah yang dipergunakan sebagai variasi dari kebutuhan khusus, seperti disability, impairment, dan Handicap. Menurut World Health Organization (WHO), definisi masing-masing istilah adalah sebagai berikut:

1. Disability : keterbatasan atau kurangnya kemampuan (yang dihasilkan dari impairment) untuk menampilkan aktivitas sesuai dengan aturannya atau masih dalam batas normal, biasanya digunakan dalam level individu.
2. Impairment: kehilangan atau ketidaknormalan dalam hal psikologis, atau struktur anatomi atau fungsinya, biasanya digunakan pada level organ.
3. Handicap : Ketidak beruntungan individu yang dihasilkan dari impairment atau disability yang membatasi atau menghambat pemenuhan peran yang normal pada individu.

Anak berkebutuhan khusus (Heward) adalah anak dengan karakteristik khusus yang berbeda dengan anak pada umumnya tanpa selalu menunjukan pada ketidakmampuan mental, emosi atau fisik.

sumber: http://gulit1.wordpress.com

Anak Berkebutuhan Khusus Meningkat

JAKARTA - Anak berkebutuhan khusus (ABK) diyakini mengalami peningkatan. Saat ini, menurut pemerhati anak, Dr Seto Mulyadi, penyandang ABK di Indonesia diperkirakan satu dari 250 kelahiran.Di Australia, lanjut Seto, peningkatannya lebih tinggi lagi. "Perbandingannya satu dari 50 kelahiran," tuturnya dalam acara launching Au-tism Care Indonesia (ACI) di Citywalk Function Hall, Sudirman, Jakarta, Sabtu (3/4).

Launching ACI ini, dalam pandangan Seto, adalah momen yang tepat sebagai blue print arah dunia pendidikan ABK. Dia mengakui, bagi orang tua, hal yang berat adalah menerima diagnosis anaknya menyandang ABK. Namun, yang paling penting, menurut dia, ABK bisa diterapi.Seto mengatakan, dalam menerapi ABK, perlu kerja sama intersektoral, lalu memberdayakan orang tua dan ABK itu sendiri. Dalam hal ini, ABK bukan hanya dilihat sebagai objek yang dilayani, tapi juga perlu diberdayakan. "Banyak ABK yang cerdas, tapi tak berkembang karena masalah komunikasi. Jadi, melatih komunikasi ABK sangat penting untuk tugas para orang tua," tuturnya.

Meningkatnya populasi ABK di Indonesia dinilai tidak berbanding lurus dengan ketersediaan lembaga pendidikan yang menanganinya. Lembaga semacam ini dianggap masih minim.Kenyataan inilah yang mendasari Yayasan Cinta Harapan Indonesia (YCHI)- sebuah lembaga yang didirikan dari keluarga yang mempunyai ABK-meluncurkan Autism Care Indonesia (ACI). Ini adalah sebuah program yang membantu memberikan terapi secara gratis kepada ABK untuk keluarga tidak mampu.

Program yang selaras dengan peringatan Hari Autis Sedunia itu menyedot perhatian kurang lebih seribu peserta. Mereka berasal dari klinik tumbuh kembang, orang tua anak ABK, perwakilah dari sekolah-sekolah inklusi, dan beberapa lembaga terkait lainnya.Ketua YCHI, Zulfikar Alimuddin, mengatakan, orang tua dari keluarga mampu pun sulit merawat anak yang diberi kelebihan khusus dari Allah. Dia mengungkapkan, ide membuat acara ini sudah ada sejak 18 bulan yang lalu. Kemudian, sekitar April-Mei 2009, didirikan YCHI. Program ini dibuat untuk membantu ABK secara berkelanjutan.

Awalnya, kata dia, banyak orang yang meragukan niat ini karena bantuan kepada ABK gratis. Ada yang bertanya, bagaimana caranya? "Tapi, kita yakin bahwa yang kita lakukan ini tujuannya baik. Jika dilakukan dengan cara yang baik, Allah pasti membantu," ujarnya.Zulfikar mengatakan, tugas ke depan yayasan ini akan berat karena merupakan organisasi nonprofit. Namun, dia tetap optimis mengadvokasi, memberikan informasi, dan melakukan aksi sosial terhadap hal-hal yang berhubungan dengan pengembangan anak berkebutuhan khusus.Dia juga yakin akan menjalankan organisasi ini sehingga menjadi kredibel.cO6. ed burhan

sumber: http://bataviase.co.id

Asparages= Gangguan Antisosial

Jakarta, Autisme seakan-akan jadi momok menakutkan bagi banyak orang tua. Tidak heran, karena jumlah angka penderitanya di seluruh dunia terus meningkat, termasuk di Indonesia. Meskipun belum ada angka pasti yang menyebutkan penderita autis di Indonesia.

Nyatanya tidak hanya penderitanya saja yang bertambah, kini varian autisme juga semakin banyak diketahui. Sindrom asperger merupakan salah satu varian autisme yang lebih ringan dibandingkan kasus autisme klasik.

Gangguan Asperger berasal dari nama Hans Asperger, seorang dokter spesialis anak asal kota Wina, Austria. Pada tahun 1940, Asperger ialah orang pertama yang menggambarkan pola perilaku khusus pada pasien-pasiennya, terutama pasien laki-laki.

Asperger memperhatikan, meskipun anak laki-laki tersebut memiliki tingkat intelegensia yang normal serta kemampuan bahasa yang baik, namun mereka memiliki kekurangan dalam kemampuan bersosialisasi. Umumnya mereka tidak mampu berkomunikasi secara efektif serta kemampuan koordinasi yang kurang baik.

Sindrom asperger banyak disebut sebagai varian dari autisme yang lebih ringan. Para ahli mengatakan, pada penderita sindrom asperger memiliki kondisi struktural otak secara keseluruhan lebih baik dibandingkan pada penderita autisme.

Menurut Clinical Assistant Professor of Pediatrics Jefferson Medical College Philadelphia, Susan B. Stine, MD karakter dari anak-anak yang mengalami sindrom asperger ialah kurangnya kemampuan berinteraksi sosial, pola bicara yang tidak biasa dan tingkah laku khusus lainnya.

Kemudian, anak-anak dengan sindrom asperger biasanya sangat sulit untuk menampilkan ekspresi di wajahnya serta sulit untuk membaca bahasa tubuh pada orang lain.

“Mereka kemungkinan juga merasa nyaman dengan rutinitas tertentu yang harus dilakukan setiap hari serta sensitif terhadap stimulasi sensori tertentu, misalnya mereka akan tertanggu oleh nyala lampu redup yang mungkin tidak diperhatikan oleh orang lain. Bisa saja mereka menutup kuping agar tidak dapat mendengarkan suara di sekitarnya atau mereka mungkin lebih memilih pakaian dari bahan-bahan tertentu saja,” jelas Stine.

Selain itu, tambah Stine, ciri dari anak yang mengalami sindrom asperger adalah terlambatnya kemampuan motorik, ceroboh, minat yang terbatas dan perhatian berlebihan terhadap kegiatan tertentu.

Hal senada diungkapkan oleh dokter spesialis anak konsultan Neurologi, dr Hardiono D Pusponegoro, Sp.A(K). Dia memaparkan, sindroma asperger adalah gangguan perkembangan dengan gejala berupa gangguan dalam bersosialisasi, sulit menerima perubahan, suka melakukan hal yang sama berulang-ulang, serta terobsesi dan sibuk sendiri dengan aktivitas yang menarik perhatian.

“Umumnya, tingkat kecerdasan si kecil baik atau bahkan lebih tinggi dari anak normal. Selain itu, biasanya ia tidak mengalami keterlambatan bicara,” kata Hardiono.

Jika dilihat secara sekilas, lanjutnya, anak tersebut tidak berbeda dengan anak yang pintar dan kreatif. Hanya saja, anak tersebut biasanya memiliki satu minat tertentu saja untuk dikerjakannya.

Memang secara keseluruhan anak-anak yang mengalami gangguan sindrom asperger mampu melakukan kegiatan sehari-hari, namun terlihat sebagai pribadi yang kurang bersosialisasi sehingga sering dinilai sebagai pribadi eksentrik oleh orang lain.

Menurut Stine, jika penderita sindrom asperger beranjak dewasa, biasanya mereka akan merasa kesulitan untuk mengungkapkan empati kepada orang lain serta tetap kesulitan untuk berinteraksi dengan orang lain.

“Pada ahli mengatakan bahwa penderita sindrom asperger biasanya akan menetap seumur hidup. Namun, gejala tersebut dapat dikurangi dan diperbaiki dalam kurun waktu tertentu terutama deteksi dini sindrom asperger akan sangat membantu,” pungkasnya.

Gangguan sindrom asperger pada umumnya akan terus mengikuti perkembangan usia seseorang. Meski tidak membahayakan jiwa, namun gangguan itu bisa membuat anak takut berada di keramaian dan membuat anak depresi.

Ciri yang menonjol pada anak asperger adalah mereka tidak bisa membaca kode-kode atau ekspresi wajah seseorang. Karena ketidakmampuannya itu, anak asperger dijauhi teman-temannya.

“Biasanya mereka jadi anak yang antisosial, sulit berinteraksi dengan orang lain,” kata Hardiono.

Ketika anak asperger tidak mempunyai teman, lalu tidak tahu harus bersikap bagaimana untuk menghadapi sebuah situasi, dia akan merasa putus asa dan akhirnya depresi.

Sesuai dengan perkembangan otak, kalau kelainan itu diketahui lebih dini, maka bisa distimulasi atau diberi obat agar berkembang ke arah yang baik.

Namun, kalau sudah terlambat deteksinya, yaitu sudah berusia lima atau enam tahun, maka sulit penanganannya karena perkembangan otak sudah berhenti. Pada umur lima tahun, bagian otak yang disebut sinaps-sambungan antar saraf di mana bahan kimia serotonin bekerja-akan berhenti.

Kini teknik-teknik terapi sudah jauh lebih maju dan fasilitas sudah banyak. Hardiono menuturkan, salah satu terapi yang bisa dilakukan adalah dengan mengajak si anak bermain. Stimulasi ini diketahui memperbaiki sinaps dan meningkatkan kadar serotonin.

Menurut Hardiono, anak asperger masih bisa diterapi, terutama dalam hal kemampuan bersosialisasi. Pasalnya, kemampuan mereka bersosialisasi sangat kurang.

“Cara terapi yang paling baik adalah mengajarkan anak bagaimana berinteraksi dengan orang lain. Terapi dalam bentuk peer group akan lebih baik lagi,” paparnya.

Anak asperger biasanya memiliki kecerdasan yang tinggi, maka orangtua akan dengan mudah mengajarkan emosi sosial. Misalnya, mengajarkan bagaimana harus bersikap jika menghadapi situasi tertentu.

R. Kaan Ozbayrak,MD, Assistant Professor of Psychiatry University of Massachusetts Medical School menambahkan, beberapa hal lain yang dapat dilakukan untuk membantu anak-anak penderita sindrom asperger. Terapi atau pengobatan yang dilakukan juga harus disesuaikan.

Secara umum Ozbayrak mengatakan, anak-anak penderita sindrom asperger akan banyak terbantu oleh orangtua yang memahami dan mampu membantunya. Kemudian, mereka juga membutuhkan pendidikan yang diperuntukan khusus bagi kebutuhannya. Selain itu, anak memerlukan latihan kemampuan untuk bersosialisasi serta terapi wicara.

“Terapi sensori integrasi juga dapat berguna bagi anak-anak yang masih kecil untuk meminimalisir kondisinya yang terlalu sensitif. Sementara itu, untuk anak-anak yang lebih tua dapat mendapatkan terapi kognitif atau psikoterapi,” papar Ozbayrak.

sumber: http://www.ilmupsikologi.com

Anak Autis Butuh Guru Pendamping

MEDAN, MINGGU - Anak autis yang baru belajar di sekolah umum memerlukan guru pendamping (shadow teacher) selain guru yang ada di depan kelas dan sifatnya hanya sementara sampai anak bisa mandiri di dalam kelas.

Koordinator Yayasan ISSADD Indonesia Medan, E. Pratiwi, di Medan, Minggu (21/9), mengatakan, hampir semua sekolah di Indonesia lebih memprioritaskan muatan akademik yang bersifat teori dan menghafal pada siswanya.

Muatan akademik yang lebih banyak menuntut siswa untuk paham secara teori itu akan sulit diikuti oleh anak autis karena anak autis adalah visual learner, yakni butuh materi yang dipresentasikan dalam bentuk visual agar konsepnya bisa dipahami.

Di sinilah dibutuhkan peran guru pendamping untuk menjelaskan kepada anak autis apa yang harus dikerjakannya sesuai dengan intruksi dari guru di depan kelas, katanya.

Ia mengatakan, sebagian orangtua yang memiliki anak autis menyadari beratnya tuntutan akademik sekolah di Indonesia, sehingga mencoba mencari sekolah yang tidak terlalu banyak muatan akademik dengan metode belajar-mengajar yang juga disajikan dengan lebih menyenangkan dan penuh bantuan visual.

Namun sayangnya, biasanya kegiatan belajar dan mengajar di sekolah tersebut lebih banyak dilakukan dengan bilingual (bahasa Inggris), padahal hampir sebagian besar anak autis bermasalah dengan bahasa.

Untuk itu dibutuhkan koordinasi antara pihak sekolah, orangtua, dan terapis dalam menentukan bagaimana menangani anak dengan kebutuhan khusus (autis) di sekolah.

Selama ini penanganan satu kasus anak autistic dengan yang lain selalu disamakan, pihak sekolah juga melarang pendamping untuk ikut serta dalam kegiatan belajar dan mengajar walau pendamping sifatnya hanya sementara, ungkapnya.

Di negara maju seperti Australia dan Singapura, telah dikembangkan metode IEP (individual education program) untuk anak yang berkebutuhan khusus.

Program ini dibuat atas kerjasama pihak sekolah, orangtua dan terapis yang didasari potensi dan kemampuan anak, dimana ada beberapa muatan akademik yang disesuaikan dengan kemampuan anak autis tersebut.

Dalam hal ini harus ada kerjasama antara pihak sekolah, orangtua dan terapis. Praktiknya, anak autistik tetap disatukan dengan anak normal lainnya tapi pola belajarnya berbeda, misalnya memberikan instruksi tidak hanya dengan mengatakan instruksi tersebut tapi juga dibantu dengan bantuan visual, ujarnya.

sumber: kompas.com

Anak Hiperaktif, Lima Tahun Dirantai

Pontianak (ANTARA News) - Diduga karena hiperaktif dan cacat mental, seorang anak bernama Januper (8), warga Jalan Budi Utomo, Kecamatan Pontianak Utara, pada bagian kaki kanannya, dirantai oleh orangtuanya selama lima tahun.

Orang tua Januper, berinisial AK (50) memasangkan rantai di kaki kanannya, serta menempatkannya di ruang tamu rumah kontrakan mereka di Jalan Budi Utomo, Gang Selat Sunda, RT 02 RW 09, Kota Pontianak.

Kepala Kepolisian Sektor Utara, Ajun Komisaris (Pol) Pungky Buana Santoso, Selasa, menyatakan mengetahui peristiwa itu setelah mendapat informasi dari Yayasan Nandadian Nusantara Kalbar.

Yayasan perlindungan anak dan bantuan hukum itu mendapat informasi dari masyarakat bahwa ada seorang anak laki-laki yang dirantai oleh orangtuanya. "Setelah mendapat kabar tersebut kami langsung meluncur ke TKP (Tempat Kejadian Perkara)," kata Pungky Buana Santoso.

Ia mengatakan, melihat kondisi anak itu, pihaknya lantas membawa korban dan beberapa orang saksi ke Polsek Utara untuk diamankan. Hingga kini Polsek Utara masih melakukan pencarian terhadap orangtua anak itu, Ak untuk dimintai keterangan.

Menurut dia, tidak menutup kemungkinan perlakuan orangtua dengan merantai anaknya akan mengarah kepada tindak pidana.

"Kami sangat menyayangkan kenapa baru sekarang kasus tersebut dilaporkan, sehingga anak itu harus menderita selama lima tahun dan hidup dalam kondisi dirantai," katanya.

Hingga kini pihak Polsek Utara masih belum bisa menentukan Undang-undang yang akan dijeratkan kepada orangtua Januper, karena masih belum dilakukan pemeriksaan. Sampai berita ini diturunkan orangtua Januper masih belum berada di Polsek Utara.

Sementara aktivis Yayasan Nandadian Nusantara Kalbar, Devy Tiomana, mengatakan, akan memulihkan trauma yang dialami Januper sebagai akibat Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) serta mengecek kebenaran apakah memang benar anak tersebut mengalami cacat mental.

"Saya melihat secara sekilas anak tersebut tidak mengalami kelainan yang menonjol, kalau memang nakal saya melihat wajar-wajar saja, apalagi anak laki-laki. Kita berharap penanganan kasus ini bisa secepatnya diselesaikan," katanya.(*)


sumber: http://www.antara.co.id

Senin, 26 April 2010

Orangtua Bingung, Padahal Mereka Memiliki Kecerdasan Normal

sye Siti Aisyah Berbagi Pengalaman Menangani Anak-Anak Learning Differences
Membimbing anak yang mengalami learning differences (LD) tidaklah mudah. Pasalnya, anak LD memiliki disfungsi minimum otak sehingga memiliki gangguan kosentrasi dan hiperaktivitas. Itulah yang mendorong Isye Siti Aisyah bergabung dengan Yayasan Pantara, wadah yang khusus menangani anak-anak LD.

YERIDVLORIDA
SEJAK 2006, Isye bergabung dengan yayasan tersebut. Menurut perempuan kelahiran Bandung,
1950, itu sebelum populer dengan sebutan LD, awalnya dikenal dengan learning disability atau ketidakmampuan belajar. Namun, isu lah itu memberikan konotasi negatif dan ank-anak tidak mampu bela jar dengan baik. Dalam perkembangannya, learning differences dianggap istilah yang lebih manusiawi. Istilah lainnya disebut pula anak yang memiliki kebutuhan khusus I children with special need).

Melalui kegiatan yayasan itu, Isye bersama para pembimbing di sekolah sangat membantu para orangtua. Tak kurang dari 45 murid SD Pantara yang kini dinaungi yayasan itu. Tidak hanya mengikuti kegiatan di internal sekolah saja, Isye juga aktif sosialisasi tentang LD di masyarakat.

"Terkadang orangtua bingung dan tidak tahu harus berbuat apa jika punya anak LD. Pengetahuan yang minim membuat orangtua yang tidak Mempersiapkan Hasa Depan mengerti justru menganggap kondisi anak tetap normal. Padahal anak ter-sebut perlu perhatian serius untuk dibimbing," ucapnya Isye yang saat ini menjadi ketua Yayasan Pantara itu. Untuk sosialisasi tentang LD itu.
kata Isye, tim yayasan sering mengikuti berbagai kegiatan sosial. Misalnya mengikuti acara yang kerap digelar di perkantoran atau pun di mal. Upaya itu untuk memberitahukan kepada masyarakat tentang anak LD.

Anak-anak LD sambung Isye. sebetulnya memiliki kecerdasan normal, bahkan di atas normal, tapi memiliki masalah dalam pemrosesan di otaknya ketika menerima stimulasi melalui indera. Karena disfungsi otak itu menyebabkan tercampur aduknya sinyal-sinyal di antara indera dao otak. Termasuk di dalamnya mereka yang memiliki ganguan kosentrasi dan hiperak-tivitas." ucapnya.

Lantaran masalah yang dialami sering kali ditemukan perbedaan yang nyata antara hasil tes IQ dengan prestasi akademiknya Anak LD biasanya tampil kurang dewasa dibanding degan anak seusianya. Cendrung mempengaruhi koordinasi fisik dan perkembangan emosional mereka. Kebanyakan pula LD sulit mengenah hal-hal yang memungkinkan manusia mampu berfungsi dengan tepat dalam situasi sosial.

"Tak jarang anak LD dianggap

tidak normal dan dikucilkan dalam pergaulan karena merasa terganggu. Akibatnya kehadinan anak LD ditolak bahkan tak jarang mendapat perlakuan khusus. Mereka dianggap bodoh, nakal dan troublemaker, "jelasnya.
Untuk memahami anak LD, lanjut Isye. dapat dilihat dari beberapa gejala. Misalnya melihat huruf atau angka dengan posisi berbeda dari yang ditulis. Menuliskan huruf dengan urutan yang salah misalnya ibu ditulis ubi. Bingung membedakan obyek utama dan latar belakang. Sulit mengkoordinasikan antara mata dan tindakan. Canggung dalam aktivitas fisik.

Sedangkan untuk ganguan persepsi auditori dapat diketahui dengan sulitnya menangkap dan membedakan bunyi. Sulit memahami perintah sekaligus dan bingung dengan bunyi yang datang dari beberapa penjuru. Tidak itu saja, anak LD juga juga mengalami kesulitan mengatakan apa yang dipikirkan.

Kalau untuk ganguan perseptual motorik halus, anak LD sulit mewarnai, menempel, dan menggunting. Memiliki masalah dalam koordinasi dan disorientasi yang mengakibatkan canggung dan kaku gerakannya.

sumber: http://bataviase.co.id

Jumat, 16 April 2010

Kondisi-kondisi Lain yang Mirip Dengan ADHD

Pada saat mengdiagnosa anak dengan ADHD, kita perlu memperhatikan kondisi kondisi lain yang hampir sama dengan ADHD. Pastikan bahwa anak telah diperiksa kesehatannya oleh dokter sebelum kita mengdiagnosa si anak.

* Alergi, asma, dan problem dengan pernapasan : Kesulitan bernapas dapat mengganggu konsentrasi si anak dan merupakan salah satu tanda ADHD
* Diabetes / Hypoglycemia : Kondisi ini berhubungan erat dengan kadar gula dalam darah, yang bisa menyebabkan perubahan perhatian dan aktivitas.
* Problem pada penglihatan dan pendengaran : Ketidak mampuan untuk melihat atau mendengar apa yang sedang terjadi di dalam kelas dapat menimbulkan persoalan dalam tingkah laku, misalnya
* hiperaktif.
* Anemia karena kekurangan zat besi : dapat menyebabkan problema pada perhatian dan impulsive.
* Keracunan timah : dapat menyebabkan hiperaktif
* Obat yang diminum : jika si anak sedang dalam pengobatan, perhatikan samping dari obat yang diminum
* Problem dengan susunan syaraf : Seseorang yang tiba tiba terserang epilepsi / ayan akan menatap sesuatu selama jangka waktu tertentu dan tidak dapat meningat apa yang terjadi.
* Problem kejiwaan lain : Kadang kadang gejala stress, perasaan bosan, depresi, atau perasaan kawatir akan mirip dengan gejala ADHD
* Problem belajar atau problem di sekolah : Jika si anak merasa terlalu dipaksa, frustrasi dengan ketidak mampuan dalam belajar, atau sedang mencari perhatian , ia akan bertingkah laku seperti penderita ADHD
* Problem dengan tiroid : Kelenjar tiroid memproduksi hormon yang berdampak pada tidur, emosi dan aktivitas. Perubahan hormonal seperti ini akan menghasilkan tingkah laku mirip ADHD.


oleh:
T. Bradley Tanner, MD
University Of Pittsburgh Medical Center

Pittsburgh, PA

Diterjemahkan oleh : Babsy Permadi

Macam-Macam Obat Penanganan ADHD

1. Stimulan merupakan obat yang paling banyak dipergunakan untuk ADHD. Dalam kelompok stimulan terdapat AdderallÆ (gabungan garam dari amphtamine), DextroStatÆ (dextroamphetamine sulfate), dan RitalinÆ (methylphenidate HCL). Stimulan bereaksi cepat dan efek sampingnya ringan. Disebut stimulan karena bisa memberikan energi bagi mental untuk memusatkan perhatian pada apa yang sedang dikerjakan. Pengobatan ada yang diberikan dalam dosis dobel dalam sehari.
2. TCA (Tri-Cyclic Antidepressants) merupakan jenis anti depresi. TCA sangat efektif untuk mengatasi suasana hati yang berubah-ubah dan diminum hanya satu kali dalam sehari. Namun TCA bekerja lebih lambat dan lebih berisiko dalam penggunaannya. Jika pengobatan dengan stimulan tidak menolong TCA boleh dicoba.
3. Wellbutrin ( buproprion ) merupakan jenis antidepresan yang telah dipergunakan dalam pengobatan ADHD meskipun belum mendapat persetujuan dari FDA. Obat ini bukan TCA, tetapi mempunyai kegunaan dan efek samping yang sama.
4. Catapres (clonidine) dulunya dipergunakan untuk pengobatan penyakit darah tinggi. Obat ini dipergunakan dalam pengobatan ADHD, terutama bagi penderita gejala hiperaktif dan impulsif, meskipun juga belum mendapat persetujuan FDA. Obat ini berbentuk kecil atau pil. Anak-anak yang diberi Catapres akan menjadi ngantuk.

Intoleransi Makanan Pada Anak

Satu dari 10 anak penderita hiperaktivitas, atau disebut juga Attention Deficit Hyperactive Disorder (ADHD), mungkin diperparah kondisinya oleh pola makan yang buruk. Sememtara itu, ada beberapa anak-anak lain yang menderita alergi terhadap makanan-makanan tertentu.

Pengaruh Makanan terhadap perilaku merupakan isu yang kontroversial. Namun, polam akan yang buruk, kekurangan asam lemak esensial, dan alergi makanan dipastikan memperkuat gejala-gejala gangguan tertentu. Gejala itu meliputi perilaku merusak, gelisah, konsentrasi rendah, sulit belajar, canggung, mudah marah, dan kemampuan social yang rendah. Sebagai contoh anakn dengan ADHD diduga sering punya masalah dengan metabolisme gula. Gejala ini lebih terasa di pagi hari ketika makanan bergula dikonsumsi untuk sarapan saat perut kosong. Gula oalahan akan menghilangkan mineral-mineral, khususnya kromium, yang diperlukan dalam metabolisme gula dan mengendalikan kadar gula darah. Defisiensi ini akan menyebabkan hipoglikemia yang mengarah pada tindakan-tindakan agresif.

Kekurangan seng, kalsium, dan magnesium akan menyebabkan kegelisahan, konsentrasi rendah dan kesulitan belajar. Kekurangan mineral ini juga dikaitkan dengan gejala ADHD. Zat gizi lain juga sangat penting ialah asam lemak esensial omega-3 dan omega-6 sejumlah studi menunjukkan bahwa kekurangan asam lemak esensial ini mengaruh pada masalah-masalah perilaku dan kesulitan belajar. Banyak anak ADHD ternyata mengalami kekurangan asam lemak esensial, riset membuktikan bahwa anak-laki-laki cenderung menderita kekurangan asam lemak yang parah, serta kemampuan membaca dan mengeja yang lebih buruk. Studi lain, meski masih pada tahap awal, menghugbungkan depresi dan perubahan suasana hati dengan kekurangan omega-3 para ilmuwam menduga bahwa asam lemak ini meredakan gejala-gejala yang menunjukkan terjadinya perubahan suasana hati. Peningkatan asupan zat ini dalam makanan atau melalui suplemen menunjukkan peningkatan metabolisme otak dan mengatasi gejala ADHD.

Kekurangan thiamin (Vitamin B1), juga berhubungan dengan perilaku agresif, impulsive, dan eratik (tak terduga). Kentang, padi-padian, utuh, kacang-kacangan, biji-bijian, telur, daging, sayuran, dan beras merah merupakan sumber yang kaya akan vitamin B1. vitamin b6 pun tak kalah pentingnya.

Banyak studi yang menunjukkan adanya hubungan antara alergi makanan dan intoleransi makanan dengan masalah-masalah perilaku, seperti ADHD beberapa pakar nutrisi percaya kalau gula tidak berhubungan dengan masalah perilaku. Namun, intoleransi dan alergi terhadap bahan-bahan aditif makanan, khususnya pewarna yang sering didapatkan pada makanan manis dan bergula, merupakan akar masalahnya. Menyingkirkan alergen makanan terbukti efektif dalam menangani anak ADHD.

sumber: http://www.kulinet.com/baca/intoleransi-makanan-pada-anak/183/

Orang Dewasa Mungkinkah Mengidap ADHD?

Selama seminggu ini media dengan gencarnya menyajikan berita tentang berbagai kericuhan yang berakhir dengan meninggalnya Ketua DPRD Sumut. Sebagai penonton, aku pun dibuat heran dan sekaligus prihatin ada apa sih dengan bangsa kita ini? Sampai aparat pun dibuat tidak berdaya(dan yang lebih memprihatinkan aparat selalu disalahkan dan harus menanggung resiko dicopot jabatannya seketika meski pun tidak sepenuhnya aparat salah) mengatasi “kebuasan” (terpaksa diberi istilah seram, apa ada istilah yang lebih baik dari itu?) masyarakat yang pro dan kontra pada keinginan sebagian masyarakat untuk diberlakukan pemekaran daerah. Ada apa?

ADHD : Attention Deficit Hyperactivity Disorder (Gangguan Kurang Perhatian/Hiperakitivitas)

Begitu besarnya keinginan seseorang atau sekumpulan orang untuk menjadi penguasa daerah, ingin menjadi “raja daerah” hingga tidak peduli lagi pada tata krama ketimuran yang selama ini selalu diagung-agungkan negara yang penduduknya ramah dan suka bergotong royong. Tidak malu lagi untuk berbuat sebaliknya, jauh dari norma manusia Pancasila.

Sebagai penonton, dan suka menganalisa kejadian dikaitkan dengan perilaku yang memerlukan kebutuhan khusus, kiranya perlu dipertimbangkan oleh pakar psikologi bahwa anarkhisme ini akibat orang dewasa pengidap ADHD di Indonesia ini makin bertambah secara signifikan.

Prof. Grant L. Martin mengupas habis di bukunya tentang Anak-anak Pengidap ADD/ADHD dan hanya sebagian kecil saja mengatakan bahwa mungkin ADHD ada pada orang dewasa.

Profesor memberikan contoh :

* Seseorang dengan perilaku yang disebut tidak bisa diam, misalnya kalau sedang rapat, dia tidak bisa duduk dengan tenang.
* Dia akan bergeliat geliut selama nonton filem atau TV dia akan terus menerus memindahkan saluran ke saluran yang lain.
* Dia tidak akan tahan menunggu siapa pun atau apa pun.
* Dia akan menghindari antrean-antrean.
* Dia tidak suka membaca buku. Pikirannya akan melayang-layang kemana-mana sehingga dia tidak bisa mengingat apa yang telah dia baca (tidak aneh kalau teman-temannya suka menjuluki “profesor linglung”).
* Meski pun orang tersebut cerdas dan cemerlang, tapi dia sangat pelupa dan tidak terorganisir.
* Dia akan sulit menyelesaikan apa saja yang dimulai dan cenderung akan berpindah dari satu tugas ke tugas lain dengan cara yang sembrono..

Seingatku di kantorku dulu ada sebut saja si A dikenal akan tiga D nya:

* Disorganized (tidak terorganisir)
* Distractible (mudah terganggu)
* Discombobulated (mudah marah)

Dia terganggu oleh hal-hal yang tidak penting, bahkan tidak mampu menyelesaikan tugas-tugas rutinnya. Bukan tidak berusaha tetapi pikirannya keluyuran dan bahkan ketika sedang mengobrol satu hadap satu saja dia tidak bisa memerhatikan, cepat sekali terganggu oleh gangguan-gangguan kecil, sering mengalami ledakan marah karena frustrasi.

Kembali ke topik, apakah gangguan yang dialami oleh orang-orang dewasa juga dapat didiagnosis, atau apakah mereka hanyalah warga negara-warga negara resah yang tinggal di dunia gila?

Meski pun kita tidak bisa menyimpulkan begitu saja dari uraian-uraian singkat ini, tapi yang jelas ciri-ciri ADD/ADHD mudah mengalami gangguan, keresahan, dan impulsivitas. Gejala-gejala ini sama seperti gejala yang dialami oleh anak-anak.

Riset menunjukkan bahwa sekitar 50% - 80% anak-anak ADHD terus mengalami berbagai masalah hingga masa remaja dan dewasa.

Orang-orang dewasa ADHD beresiko lebih besar memiliki kelemahan dan masalah yang lebih banyak dibandingkan anak-anak. Mereka bermasalah di sekolah, dengan kererampilan berpikir, keterampilan sosial, penyalahgunaan zat, tidak mematuhi peraturan-peraturan, dan melakukan hal-hal pelanggaran berlalu-lintas/kecelakaan mobil.

Jadi sangat mengkhawatirkan jika suatu negara yang warganya akan menurunkan generasi ADHD, akan dibawa kemana negara kita ini?

Diarsipkan di bawah: Renungan — marinki @ 10:51 and
sumber: http://marinki.blogdetik.com/category/renungan/

Memusatkan Perhatian Si Hiperaktif

Aldo, siswa kelas III Sekolah Dasar Muhammadiyah Rawamangun, Jakarta Timur, tampak tak bisa duduk tenang. Energi anak itu seperti tiada habisnya. Ia sangat bawel, sulit berkonsentrasi, agresif, suka mendominasi pergaulan, berlarian ke sana-kemari dan sering mengganggu teman-temannya. Tak heran bila di sekolah, semua teman Aldo tidak menyukainya. Mereka beranggapan Aldo musuh besar atau troublemaker yang selalu membuat kesal atau menyulut kemarahan banyak orang, termasuk guru di sekolah. "Aldo merupakan salah satu contoh anak dengan kondisi attention deficit hyperactivity disorder (ADHD), biasa juga disebut gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas. Di Indonesia, ADHD merupakan gangguan tingkah laku yang paling sering dijumpai pada anak-anak dengan tingkat prevalensi 13-19 persen," tutur Hardiono D. Pusponegoro, Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia, menerangkan kondisi Aldo.


Pekan lalu di sebuah seminar, Kepala Subbagian Saraf Anak, Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, dan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, itu menjelaskan soal perilaku ADHD. Ia mengatakan, secara umum gejala ADHD akan mudah dikenali setelah si anak bersekolah. Dari sebuah penelitian kedokteran dunia terbukti kasus ini pada anak laki-laki tiga kali lebih tinggi dibandingkan anak perempuan. Diperkirakan lebih dari 50-60 persen penderita ADHD sejak kecil atau masa kanak-kanak akan tetap memiliki gejala-gejalanya sampai ia berusia dewasa.


Lalu, apa sebenarnya penyebab ADHD? Sambil senyum Hardiono yang menyelesaikan program S-2-nya pada Ilmu Kesehatan Saraf Anak The Children's Hospital Camperdown, Australia, ini mengatakan, penyebab pasti ADHD belum diketahui, meskipun ada bukti-bukti secara biologis yang mempengaruhi dopamine dan norepinerefrin. Di otak, dopamine merupakan zat yang bertanggung jawab terhadap tingkah laku dan hubungan sosial, serta mengontrol aktivitas fisik. Sementara itu, norepinerefrin berperan dalam kemampuan berkonsentrasi, memusatkan perhatian dan perasaan.


Karenanya, ADHD sangat bisa diturunkan, meski penelitian mengenai keterlibatan gen-gen tertentu baru berjalan pada tahap awal. Anak-anak yang memiliki orangtua dengan ADHD cenderung lebih tinggi menderita ADHD. Karakter keluarga dan faktor-faktor lingkungannya memiliki peranan penting untuk menimbulkan gejala-gejala ADHD.


Biasanya gejala ADHD sudah dapat diketahui saat anak berusia di bawah 7 tahun. Gejalanya akan muncul minimal selama enam bulan berturut-turut dan biasa dijumpai di dua lingkungan berbeda rumah dan sekolah. Secara umum ada tiga gejala utama, yaitu gangguan pemusatan perhatian (inattention), hiperaktivitas, dan impulsitivitas atau mudah terangsang. Hadiono menyebutkan, gejala anak ADHD tampak kurang memusatkan perhatian, sering melakukan kesalahan-kesalahan akibat kecerobohannya, kesulitan menerima pelajaran, sering gagal menyelesaikan tugas, perhatiannya mudah teralihkan, sukar duduk diam, selalu tergesa-gesa, sering menggerak-gerakkan kaki dan tangan, sering meninggalkan tempat duduknya, berlari kian kemari, sulit bermain dengan tenang, bicara berlebihan, tak mau menunggu giliran, selalu menjawab pertanyaan sebelum pertanyaan diajukan, senang mengganggu teman, guru, adik, kakak, dan orangtua, serta ingin selalu melakukan interupsi pembicaraan orang lain.


Dokter Ika Widyawati, pengajar senior di Subbagian Psikiatri Anak dan Remaja RSCM dan Fakultas Kedokteran UI, sependapat dengan penjelasan Harsudiono. Wanita yang menyelesaikan pascasarjananya di bidang psikiatri anak dan remaja di Universitas McGill, Montreal, Kanada, ini menambahkan gejala di atas tadi menjadi hambatan utama anak ADHD dalam mengontrol hiperaktivitas, impulsivitas, dan kurang dapat memusatkan perhatian. "Karena anak ADHD mengalami gangguan pemusatan perhatian, mereka memiliki prestasi buruk di sekolahnya. Belum lagi kesulitan dalam perkembangannya. Bagi anak di masa awal sekolah sangat sulit untuk bicara atau mengungkapkan ide dan emosinya. Mereka jadi susah belajar dan mengalami keterlambatan dalam penguasaan bahasa," kata wanita yang menaruh minat utama soal ADHD, autisme, dan kesehatan mental anak.


Berdasarkan pengalaman Ika menangani konsultasi penderita ADHD, mereka menjadi risau bila tidak ditangani sejak dini akan menyulitkan untuk melakukan pengobatan. Dari pengalamannya ada juga penderita ADHD remaja, dewasa, dan orangtua yang berdampak dengan perilaku, terutama emosional, pekerjaan, lingkungan sosial, kecelakaan, kriminalitas, penyalahgunaan obat terlarang, dan gejolak menyulut di dalam rumah tangganya. "Dari hasil penelitian, penderita ADHD mengalami tingkat stres yang tinggi sebab ia merasa seolah-olah dikucilkan teman dan lingkungan sosialnya. Tak bisa dihindari ia akan gampang depresi, rendah diri, dan melarikan diri pada ketergantungan alkohol, obat-obatan, dan masalah perceraian. Kondisinya sungguh menyeramkan. Maka, saya selalu sarankan bila ada orang yang memiliki anak dengan gejala di atas sebaiknya segeralah diperiksa ke dokter. Seandainya ia positif menderita ADHD, akan lebih mudah diobati," ujar wanita berkacamata ini.


Ika menyarankan untuk membantu penderitanya bisa dengan mengontrol gejala-gejala tadi, lalu memusatkan perhatian dengan cara melakukan terapi obat, terapi perilaku, edukasi, dan sosial yang disesuaikan dengan keadaan si penderita. Untuk menangani penderita ini harus mendapat dukungan dari orangtua, keluarga guru, serta lingkungannya. "Berdasarkan penelitian dari National Institute of Mental Health (NUMH) Amerika Serikat, terapi obat dan terapi perilaku memberikan hasil yang lebih baik bagi penderita ADHD."


Menurut dia, khusus terapi obat yang paling sering diresepkan bagi penderita ini obat golongan stimulan methylphenidate. Berdasarkan American Academy of Child and Adolescent Psychiatry (AACP) stimulan merupakan medikamentosa terbaik untuk ADHD. Penelitiannya menunjukkan 70 persen anak penderita ADHD memberi respons yang baik terhadap methylphenidate, terbukti sudah digunakan selama berpuluh-puluh tahun menunjukkan pengurangan pada gejala gangguan pemusatan perhatian, hiperaktivitas, dan impulsitivitas.


Menurut Dokter Yanwar Hadiyanto dari bagian penelitian obat baru Janssen Cilag Indonesia, divisi Johnson Johnson, selama ini methylphenidate immediate release yang sering dipakai para anak penderita ADHD hanya bekerja selama empat jam dan digunakan sehari dua sampai tiga kali. Lalu, methylphenidate slow release yang memiliki masa efektivitasnya atau jam kerjanya berdurasi pendek, tidak mencapai 12 jam. Padahal, berdasarkan riset yang dilakukan di tempatnya aktivitas anak ADHD berlangsung sepanjang hari dan memiliki kegiatan yang cukup padat mulai bangun tidur hingga kegiatan di sekolah.


Menurut Yanwar, berdasarkan kondisi ini, maka Jansen Cilag melakukan pengembangan dan menemukan obat ADHD yang ideal. Obat baru dengan teknologi OROS hanya diminum dengan dosis satu kali sehari, tetapi bekerja secara efektif selama 12 jam, sehingga lebih memusatkan perhatian, mengontrol gejala hiperaktivitas dan impulsitivitas. Obat yang diberi nama CONCERTA ini harus diberikan dengan resep dokter dan sudah disetujui Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BP POM), Departemen Kesehatan. "Kelebihannya menghilangkan kondisi pemberian obat dengan dosis dua atau tiga kali sehari, jadi lebih menyederhanakan. Anak tidak perlu minum obat lagi di sekolah. Minum CONCERTA pagi sekali langsung efektivitas kerjanya berlangsung hingga 12 jam memungkinkan si anak akan terkontrol lebih lama," paparnya panjang.


Meski menyambut baik penemuan ini, dokter Ika dan Hardiono sepakat terapi pengobatan harus seiring berjalan dengan terapi perilaku. "Semua itu tidak selesai dalam waktu instan. Di negara mana pun terapi anak ADHD memerlukan waktu cukup panjang yang harus dikerjakan dengan teliti serta sabar. Paling cepat bisa dicapai dalam jangka waktu dua sampai lima tahun," kata dokter Ika yang dibenarkan dengan anggukan kepala Hardiono. Memang faktanya untuk memusatkan perhatian, mengontrol gejala hiperaktivitas dan impulsitivitas tidak bisa dalam waktu sekejap. hadriani p

Sumber berita - www.korantempo.com/news/2004/9/6/Gaya%20Hidup/36.html

Kamis, 15 April 2010

Pentingnya Kehamilan

Empat kondisi penting saat kehamilan yang mempengaruhi perkembangan individual selanjutnya, yang mana peranan masing-masing kondisi akan menjelaskan mengapa saat hamil merupakan periode yang paling penting dalam rentang kehidupan.
1. Sifat Bawaan
Peristiwa penting pertama pada saat kehamilan menentukan sifat bawaan individu yang baru diciptakan. Penentuan sifat bawaan mempengaruhi perkembangan selanjutnya dalam dua hal : a) faktor keturunan membatasi sejauh mana indivdu dapat berkembang. b) sifat bawaan sepenuhnya merupakan masalah kebetulan.
2. Jenis Kelamin
Jenis kelamin (sex) bergantung pada jenis spermatozoon yang menyatu dengan ovum. Dua jenis spermatozoa matang diproduksi dalam jumlah yang sama yaitu 22 pasang kromosom ditambah satu kromosom X dan 22 pasang kromosom ditambah satu kromosom Y, sedangan ovum yang matang hanya mengandung kromosom X. Kromosom X dan Y merupakan kromosom penentu jenis kelamin, yang mana apabila ovum dibuahi oleh spermatozoon pembawa kromosom Y maka akan terjadi anak laki-laki sebaliknya bila dibuahi oleh spermatozoon pembawa kromosom X maka akan terjadi anak perempuan.



3. Jumla Anak
Apabila ovum yang matang dibuahi oleh satu spermatozoon hasilnya adalah satu anak, tetapi apabila terjadi telur yang dibuahi (zygote) membelah menjadi dua bagian atau lebih yang terpisah selama tahap-tahap permulaan pembelahan sel maka akan menghasilkan kembar identik (uniovular). Sedangkan apabila dua ovum atau lebih dibebaskan sekaligus dan dibuahi oleh spermatozoa yang berlainan maka akan menghasilkan kembar nonidentik (biovular atau fraternal).
Efek lahir kembar terhadap perkembangan.
Kelahiran kembar mempengaruhi pola perkembangan tidak hanya karena terdapat perbedaan-perbedaan dalam faktor keturunan tetapi juga lingkungan baik sebelum maupun sesudah kelahiran pada kelahiran tunggal. Sehingga akibatnya adalah terdapat perbedaan pola perkembangan, pola perilaku dan kepribadian.
Efek jangka panjang dari kekembaran.
Pada umumnya bayi kembar yang pertama kali lahir terus menjadi lebih besar, lebih cerdas dan penyesuaian dirinya lebih baik selama masa kanak-kanak. Saling ketergantungan atau “hubungan kekembaran” sangat sering terjadi di antara anak-anak kembar yang muda.
4. Posisi Urutan Anak
Forer menjelaskan pengaruh posisi urutan terhadap individu adalah “kedudukan Anda dalam keluarga sangat mempengaruhi bagaimana Anda menghadapi masyarakat dan dunia….Sebagian besar perkembagan anak bergantung pada interaksi dengan saudara-saudaranya….”
Pengaruh jangka panjang dari posisi urutan anak.
Beberapa penelitian terhadap anak-anak yang labih besar, remaja dan orang dewasa dari berbagai posisi urutan menunjukan betapa posisi urutan dapat menjadi faktor yang kuat dalam menentukan jenis penyesuaian pribadi dan penyesuaian sosial yang harus dilakukan individu sepanjang rentang kehidupannya.

Bahaya Selama Periode Pranatal

Dalam periode pranatal banyak bahaya yang dihadapi. Bahaya ini bersifat fisik atau psikologi.
1. Bahaya fisik
 saat terjadinya atau disebut saat konsepsi.
 bila kondisinya lebih kuat dari kondisi normal.
2. Bahaya psikologis
 Kepercayaan Tradisional
 Tekanan Yang di Alami Ibu
 Sikap-sikap Yang Kurang Menyenangkan Dipihak Orang-Orang Yang Berarti.

Nasib Sekolah Inklusi di Jakarta

Geliat sekolah inklusif tak hanya ramai di kota-kota besar. Dari data Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Depdiknas, hampir semua propinsi di Indonesia telah mempunyai sekolah inklusif. Beberapa propinsi yang masih belum mempunyai sekolah inklusif salah satunya propinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Secara keseluruhan pendirian sekolah inklusif memang masih didominasi propinsi-propinsi yang berada di Pulau Jawa.

Pendidikan untuk anak yang berkebutuhan khusus telah dicantumkan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Dalam kebijakan tersebut memberi warna baru bagi anak-anak yang berkebutuhan khusus.

Ditegaskan dalam pasal 15 tentang pendidikan khusus disebutkan bahwa pendidikan khusus merupakan pendidikan untuk peserta didik yang berkelainan atau peserta didik yang memiliki kecerdasan luar biasa yang diselenggarakan secara inklusif atau berupa satuan pendidikan khusus pada tingkat pendidikan dasar dan menengah.

Pasal inilah yang memungkinkan terobosan bentuk pelayanan pendidikan bagi anak berkelainan berupa penyelenggaraan pendidikan inklusif. Di ibukota Jakarta, misalnya. Dari keterangan Kepala Seksi Pendidikan Luar Biasa (Kasi PLB) Dinas Pendidikan Dasar DKI Jakarta, sekolah inklusif telah diterapkan sejak tiga tahun lalu melalui payung hukum peraturan gubernur (pergub). Berdasarkan pergub inilah beberapa sekolah ditunjuk untuk membuka program inklusif

Namun sayangnya semangat dan wacana penyediaan fasilitas pendidikan untuk anak-anak berkebutuhan khusus sangat berbeda dengan pelaksanaannya. Dalam RAPBD 2010. Fenomena angka siswa yang mengalami hambatan belajar/kesulitan belajar karena Dislexia, ADHD (Atention Defisit Hiperaktif Disorder), ADD (Atention Difisit Disorder), dan Autis, yang angka pravelensi 10% dari total jumlah siswa, tidak diperhatikan oleh Dinas Pendidikan. Walaupun sudah ada Peraturan Gubernur No.116 Tahun 2007 tentang penyelenggaraan Pendidikan Inklusi dalam Bab III pasal 4 bahwa penyelenggaraan pendidikan inklusi di setiap Kecamatan sekurang-kurangnya terdapat 3 (tiga) TK/RA, SD/MI, dan satu SMP/MTS dan disetiap Kota sekurang-kurangnya 3(tiga) SMU/SMK/MA/MAK. Prakteknya, di Jakarta Selatan yang memiliki 10 Kecamatan, hanya ada 3(tiga) SD Inklusi Negeri, seharusnya terdapat sekurang-kurangnya 30 SD/MI. Biaya yang dianggarkan untuk pendidikan inklusi di Dinas Pendidikan sebesar Rp.200.000.000,- untuk dana pendamping untuk 5(lima) SD model inklusi. Dan untuk tingkat Sudin Jakarta Pusat dianggarkan 50 juta untuk pembinaan guru inklusi sebanyak 60 orang, dan bimbingan teknis penyusunan KTSP, MBS, SLB Pendidikan Inklusi sebesar 50 juta. Dana pendidikan inklusi untuk seluruh wilayah DKI Jakarta kurang dari 2(dua) Milyar Rupiah. Terjawab sudah, mengapa implementasi Pergub no. 116 tahun 2007 tentang pendidikan Inklusi gagal. Kegagalan ini, menyebabkan 50.000-an anak berkebutuhan khusus yang seharusnya ditampung di Sekolah Inklusi, menjadi keleleran tak terurus. Bandingkan dengan pengadaan seragam guru (PDH dan ongkos jahit sebesar 12,119 Milyar rupiah.

Ini menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah DKI Jakarta di sektor pendidikan inklusi. Semangat pendidikan untuk semua dan siapa saja seharusnya juga di terapkan dalam realita di lapangan.

by: wandahamidah
http://wandahamidah.blogdetik.com/2009/11/18/nasib-sekolah-inklusi-di-jakarta/

Melindungi Anak

Anak adalah amanah dan karunia Tuhan yang di dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Anak merupakan tunas bangsa yang memiliki segudang potensi dan akan merupakan generasi muda sebagai penerus cita-cita perjuangan bangsa. Ia mempunyai peran strategis dan ciri serta sifat khusus yang nantinya akan menjamin kelangsungan eksistensi bangsa dan negara di masa depan. Melindungi anak berarti menjaga bangsa ini tetap eksis. Karenanya persoalan anak menjadi suatu keniscayaan untuk mendapat perhatian kita semua, terutama negara.

Anak bukanlah manusia dalam bentuk kecil, tetapi ia dipandang sebagai manusia yang membutuhkan perlindungan dan penanganan khusus (special safeguard and care), termasuk perlindungan hukum (legal protection), baik setelah maupun sebelum dilahirkan”. Lalu siapakah anak itu? Menurut UU 23/2002 tentang Perlindungan Anak, yang tergolong anak adalah manusia pada kelompok umur di bawah 18 tahun.

Melindungi anak berarti memahami persoalan anak. Memahami persoalan anak berarti memahami derita anak. Anak-anak Indonesia yang kini tengah menghadapi bahaya penderitaan dapat digolongkan dalam dua “wajah”. Pertama, yakni anak-anak yang menjadi korban (victim), terutama yang disebabkan oleh faktor-faktor kondisi ekonomi, sosial, politik dan kultural. Korban itu sendiri bisa berarti korban kejahatan (victim of crime) juga bisa berarti korban penyalahgunaan kekuasaan (victim of abuse of fower).

Kedua, anak-anak “bermasalah” (anak dilinkuen/delinquency child) yang mengalami bahaya pederitaan karena terlibat dalam proses-proses dan perilaku-perilaku yang asosial maupun proses-proses reaksi sosial terhadap perilakunya yang bermasalah itu sendiri, termasuk peradilan pidana yang dihadapinya. Kendati anak-anak bermasalah hakikatnya juga sebagai korban karena ia sebenarnya belum sempurna perkembangan fisik, psikis, dan sosialnya, namun dalam hal ini dipisahkan untuk memperoleh kajian secara lebih mendalam. Bagi anak-anak itu, hari-hari ini adalah hari-hari buruk, suatu masa penderitaan yang rasanya tak berujung, dan tak berlebihan jika ia dikatakan mengalami proses pengorbanan ganda (double victimization). Kasus-kasus masih maraknya eksplotasi anak-anak jalanan (exploitation of street children) seperti pengemisan maupun sebagai subyek physical abuse dan sexually abused, pekerja anak (child labour), penjualan anak (sale of children), prostitusi anak (child prostitution), keterlibatan dalam lalu lintas obat-obatan terlarang (drug trafficking), dan berbagai bentuk kekerasan yang menciptakan penderitaan anak-anak (violence against children) adalah bukti konkret anak-anak menjadi korban.

Meskipun anak-anak dalam kasus-kasus itu tampak menjadi pelaku, tetapi hakikatnya adalah korban, baik korban akibat “disabilitas” (ketidakmampuan) diri, ketidakberdayaan keluarga secara ekonomi, atau karena pandangan kultural yang mensubordinasi anak-anak pada kepentingan di luar kepentingan utama dan pertama bagi anak-anak maupun pengaruh perilaku-perilaku jahat yang muncul dari lingkungan hidupnya yang tidak bisa dihindari dan ditampiknya secara bebas, yang acapkali disebut sebagai child abuse. Semua itu terakumulasi dalam “wajah anak-anak yang menjadi korban”, yang menampilkan kesulitan dan penderitaan untuk sekedar mencapai kelangsungan hidupnya.

Krisis ekonomi serta terjadinya tragedi-tragedi kemanusiaan yang melanda di sejumlah daerah belakangan ini, tentu saja justru makin menggelembungkan angka pengorbanan (viktimisasi) anak-anak di negeri ini. Jangankan krisis ekonomi, ketidakadilan ekonomi (economic injustice) yang telah terjadi di negeri ini pada masa lalu selama lebih tiga dasawarsa telah menciptakan kemiskinan yang memustahilkan pemenuhan kebutuhan yang merupakan hak-hak dasar anak-anak yang hidup dalam lingkaran kemiskinan itu.

Berdasarkan data, setidaknya masih terdapat lebih dari 10 juta anak di Indonesia yang tidak memperoleh pendidikan yang memadai, formal maupun non formal. Sehingga besarnya angka anak-nak jalanan dan pekerja anak-anak yang mengais rejeki karena kemiskinannya dan ketidakcukupan alokasi budjet negara memenuhi kebutuhan hak-hak dasar mereka menjadi pemakluman yang sebenarnya tidak dapat dipermaklumkan. Realitas tersebut sekaligus menunjukan kegagalan pemerintah mengambil langkah-langkah yang efektif untuk mencegah dan melindungi anak-anak dari child abuse, ekplotasi dan diskriminasi. Karena itu, agenda politik mengenai perlindungan anak-anak dari praktik-praktik pengorbanan (victimisasi) di samping perlindungan hak-hak anak-anak pada umumnya menjadi urgen dan krusial.

Sementara itu, menyoal anak-anak Indonesia yang tergolong “bermasalah” (delinquent) masih sangat problematis. Persoalan riil yang dihadapi terutama menyangkut aktualisasi dan implementasi prinsip umum bahwa “state shall ensure each child enjoy full rights without discrimination or distinctions of any kind” (negara menjamin setiap anak menikmati hak-haknya secara penuh tanpa diskriminsasi dan perbedaan dalam berbagai bentuk) di samping prinsip bahwa “the child’s best interest shall be a primary consideration in all actions concerning childern” (kepentingan terbaik anak-anak harus dijadikan perimbangan utama dalam segala aksi yang berhubungan dengan anak-anak).

Implementasi dari prinsip-prinsip ini masih menjadi slogan belaka, sehingga proses-proses resolusi permasalahan anak-anak acapkali justru melahirkan anak-anak yang makin bermasalah. Contoh sederhana mengenai kasus ini bisa dibuktikan dalam lingkungan lembaga pemasyarakatan anak (Lapas anak). Kesan jorok, kumuh dan lingkungan pembinaan yang kurang mencerminkan “child enjoy full right” masih sangat menonjol. Meskipun anak-anak itu “bermasalah”, namun prinsip-prinsip anti diskriminasi dan anti distingsi, mulai dari proses-proses peradilan sampai pemberian “tindakan” atau “treatment” (penanganan) tidak boleh bertentangan atau mengeliminasi hak-hak anak-anak. Karena anak-anak adalah “a different kind of human beings”, maka praktik-praktik penanganan anak-anak bermasalah yang mencerminkan sifat-sifat yang menderitakan, penyiksaan (torture), kekejaman (cruel), termasuk yang menghinakan (degrading or inhuman) adalah pelanggaran terhadap hak-hak asasi anak-anak.

Bahkan sebaliknya, kepentingan terbaik (best interst) anak-anak “bermasalah” itulah yang harus dikedepankan. Oleh karena itu, pendekatan-pendekatan yang sifatnya “distance” (mengambil jarak) terhadap anak-anak bermasalah saatnya ditinggalkan dan menuju pendekatan yang “closeness” yang melihat “kebermasalahan” anak-anak sebagai bentuk penderitaan yang membutuhkan aksi-aksi (bukan reaksi) yang menciptkan hubungan pemberian perhatian secara lebih. Sehingga, bentuk penanganan dan perlindungan kepada anak-anak adalah “special treatment” dan “special protection”, yang memberi ruang-ruang untuk menyalurkan kebebasan untuk berekspresi (freedom of expression), kebebasan untuk berpikir (freedom of thought), mengungkapkan kata hatinya (conscience), maupun keberagamannya.

Dunia internasional saat ini meneguhkan suatu era baru pembangunan hak-hak (children’s rights). Hal ini menandai adanya paradigma baru dalam memandang anak-anak dan hak-haknya. Indonesia sebenarnya telah memiliki starting point yang baik dengan meratifikasi Konvensi Hak-hak Anak dan berbagai perundang-undangan yang berorientasi pada penghargaan terhadap hak-hak anak-anak. Karena itu, persoalan yang masih di depan mata adalah justru implementasi pemenuhan dan perlindungan hak-hak anak-anak serta menegakkan dalam setiap terjadinya pelanggaran terhadap hak-hak itu, baik yang terjadi dalam lingkungan keluarga, masyarakat, maupun kehidupan bernegara sekalipun.

Dalam konteks Konvensi Hak-hak Anak, adalah kuno jika menganggap bahwa orang tua “memiliki” anak-anak mereka secara absolut. Konsep kuno tersebut diganti dengan konsep baru, yakni “orang tua bertanggung jawab untuk melindungi hak-hak anak-anak mereka”. Ingat pesan Kahlil Gibran, sang penyair kondang dari Libanon yang mengatakan bahwa ”anakmu bukanlah milikmu, mereka adalah milik Sang Hidup, berikanlah rumah untuk raga mereka, tapi bukan untuk jiwa mereka”.

Artikel 5 Konvensi Hak Anak menegaskan bahwa “orang tua tidak memiliki hak pada anak-anak mereka, kecuali hak-hak yang secara langsung berhubungan dengan kebutuhan orang tua untuk melindungi hak-hak anak-anak mereka”. Pertanggungjawaban orang tua atas hak-hak anak berkurang ketika anak-anak menginjak dewasa (children mature), yakni saat anak-anak mulai mengerti nilai-nilai, budaya dan norma-norma masyarakat dan mereka mulai berinteraksi atas dasar toleransi, saling menghormati dan solidaritas dalam keluarga dan masyarakat.

Konvensi Hak-hak Anak memperkenalkan “keseimbangan” antara hak dan pertanggungjawabannya. Anak-anak memiliki hak untuk: melangsungkan hidupnya (the rights to survival); Perlindungan dari pengaruh, perlakuan dan eksploitasi secara kejam (the rights to protection from harmful influences, abuse and exploitation); Partisipasi secara penuh dalam lingkungan kehidupan keluarga, budaya dan sosial (the rights to participate fully in family, cultural, and social life).

Ketika menulis ikhwal anak ini, saya teringat anak kami, yang saat ini berusia tujuh bulan. Serolf, anak kami, adalah generasi TIK, yang ketika lahir, di sekitarnya bersileweran sinyal wi-fi. Ia adalah anak kandung teknologi informasi, sebab ketika ia lahir, berita kelahirannya segera dikabarkan kepada sahabat dan handai taulan lewat media elektronik bernama handphone. Melindungi anak, saat ini, adalah persoalan berat. Sebagai generasi melek internet, anak sekarang cenderung mengalami percepatan kematangan, yang tentunya membutuhkan bimbingan, perhatian, dan teladan orang tua.

Perlindungan anak adalah tanggung jawab orang tua, juga tanggung jawab negara. Indonesia telah memiliki berbagai perangkat hukum peraturan perundang-undangan yang secara khusus memberikan perlindungan dan penghormatan kepada hak-hak anak. Produk-produk peraturan perundang-undangan dimaksud adalah:

1. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak;

2. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak;

3. Undang –Undang No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak;

4. Keputusan Presiden No 36 Tahun 1990 tentang Ratifikasi Konvensi Hak Anak.

Meski sudah diatur dalam beragam varian produk peraturan perundang-undangan, masih banyak kasus pelanggaran dan kejahatan hak asasi anak terjadi. Peraturan perundang-undangan yang memberikan perlindungan dan penghormatan terhadap anak-anak perlu diikuti dengan tindakan penegakan hukum. Untuk itu, dibutuhkan para penegak hukum, mulai dari hakim, jaksa, dan pengacara yang memahami dan memberikan perhatian yang serius kepada masalah dan kepentingan anak, yang memiliki kepekaan atas kebutuhan anak-anak (sense of child needs).
Selain itu perlu penguatan peran lembaga Komisi Perlindungan Anak Indomnesia (KPAI) yang telah ada saat ini, sehingga benar-benar memberikan perlindungan yang komprehensif terhadap anak-anak Indonesia. Diharapkan KPAI tidak menjadi lembaga di atas kertas semata. Karena itu, pimpinan KPAI diharapkan memiliki sense of child needs.

oleh: Ferdinandus Setu
http://www.wikimu.com/News/DisplayNews.aspx?id=8205

Ciri-Ciri Pranatal

Meskipun relatif singkat, periode pranatal mempunyai enam ciri penting, masing-masing ciri mempunyai akibat yang lambat pada perkembangan selama rentang kehidupan. Ciri-cirinya yaitu:
a) Pada saat ini sifat-sifat bauran, yang berfungsi sebagai dasar bagi perkembangan selanjutnya, diturunkan sekali untuk selamanya.
b) Kondisi-kondisi yang baik dalam tubuh ibu dapat menunjang perkembangan sifat bawaan sedangkan kondisi yang tidak baik dapat menghambat perkembangannya bahkan sampai mengganggu pola perkembangan yang akan datang.
c) Jenis kelamin individu yang baru diciptakan sudah dipastikan pada saat pembuahan dan kondisi-kondisi dalam tubuh ibu tidak akan mempengaruhinya, sama halnya dengan pembuahan.
d) Perkembangan dan pertumbuhan yang normal lebih banyak terjadi selama periode pranatal dibandingkan pada periode-periode lain dalam seluruh kehidupan individu.
e) Periode pranatal merupakan masa yang mengandung banyak bahaya, baik fisik maupun psikologis.
f) Periode pranatal merupakan saat dimana orang-orang yang berkepentingan membentuk sikap-sikap yang barudiciptakan.

Terapi Efektif Untuk si " Special Needs"

Tidak perlu pesimis menghadapi buah hati yang berkebutuhan khusus. Di Rumah Belajar, si kecil akan dibina dengan baik. Salah satunya dengan terapi wicara.

Memiliki anak yang berkebutuhan khusus tidak perlu menjadikan Anda sedih, susah dan hilang harapan pada buah hati. Mereka sebenarnya memiliki potensi dan bakat terpendam yang harus digali lebih dalam. Rumah Belajar yang berdiri sejak November 2008 ini, mengajak setiap orangtua yang memiliki anak berkebutuhan khusus untuk bergabung dan mengikuti terapi-terapi yang ada. Selain itu, di Rumah Belajar juga tersedia kursus melukis yang diajarkan oleh Alianto, seorang pelukis pendidik yang mengembangkan penguasaan seni lukis dan didaktika secara otodidak.

Sedangkan untuk anak-anak berkebutuhan khusus, salah satu terapinya adalah terapi wicara yang diajarkan oleh Itasari Atitungga sebagai Speech Therapist di Rumah Belajar. Ita mengatakan bahwa dalam terapi wicara ini, ia mengajarkan tentang artikulasi, bahasa, intonasi suara dan melatih anak untuk belajar berkonsentrasi serta mengontrol emosi. Sedangkan metode yang digunakan setiap tahap berbeda-beda.

Terapi Anak-anak Berkebutuhan Khusus
Dalam menerapkan terapi wicara ini, beberapa metode yang digunakan seperti; metode artikulasi, anak akan diajarkan untuk menggunakan lidahnya dalam menyebutkan huruf-huruf. Bahkan Ita seringkali meminta anak asuhannya untuk belajar menjilat di piring agar kelenturan lidah itu sendiri terlatih dengan baik. Untuk metode bahasa, Ita menerapkannya dalam bentuk bermain drama atau bermain pura-pura, biasanya ini sering disebut sebagai modeling. Masih dalam metode bahasa, Ita pun mengajarkan anak-anak di Rumah Belajar untuk berbicara tentang dirinya sendiri (self talk) dan bercerita (storytelling).

Sedangkan metode suara, termasuk di dalamnya anak-anak yang bersuara bindeng, serak, dan gangguan pita suara. Menurut Ita, untuk gangguan pita suara ini kebanyakan anak-anak baik yang berkebutuhan khusus atau bukan, biasanya gangguan yang diderita setelah operasi. Jadi, untuk memudahkan kembali berbicara dengan normal, Ita akan mengajarkannya.

Yang paling menarik adalah dalam metode irama kelancaran. Untuk metode ini biasanya digunakan pada anak-anak yang gagap, bicara terlalu cepat (clutter), dan berbicara terlalu lambat. Metode ini bisa juga dipakai untuk orang dewasa yang sering latah dalam berbicara.

”Untuk bicara gagap, dipakai terapi ketukan atau cara tunda. Caranya dengan mengambil nafas lalu hitung 1-3, baru mulai bicara perlahan. Misalnya sa..sa..saya, ma..ma..u, ma..ma..kan. Setelah beberapa kali, kemudian ketukannya dipercepat sedikit. Sampai si anak bisa berbicara tidak gagap lagi meskipun masih harus dibimbing. Untuk melatih ini, peran orangtua di rumah sangat penting. Karena jika hanya di tempat terapi saja latihan, di rumah tidak. Menurut saya percuma saja,” terang Ita.

Melatih Konsentrasi dan Emosi
Ada lagi metode tambahan dalam terapi wicara, yaitu Brain Gym yang tujuannya melatih konsentrasi dan emosi anak saat menjalani terapi. Biasanya di tengah-tengah terapi, anak sering mudah tantrum. Oleh karena itu, Brain Gym melalui Ritme Movement Training (RMT) menjadi efektif. Menurut Ita, dari Brain Gym ini tujuannya untuk memperbaiki gerakan-gerakan refleks anak, mengaktifkan kembali otak kanan dan kiri, serta menenangkan anak supaya siap untuk diterapi kembali. Brain Gym ini hanya dilakukan 15 menit bahkan lebih sesuai kebutuhan dan kondisi si anak.

“Pada dasarnya terapi wicara ini bertujuan melatih komponen-komponen berkomunikasi, termasuk di dalamnya berbahasa dan berbicara pada anak berkebutuhan khusus. Melalui Rumah Belajar ini, saya ingin membantu berbagai macam anak dengan kasusnya , supaya mereka bisa sukses,” tutur Ita.



sumber: http://www.parentsguide.co.id/dsp_content.php?pg=cns&id=149&emonth=08&eyear=2009&kat=2

Terdakwa Anak Kasus Perkosaan Divonis Bebas

Empat terdakwa anak kasus perkosaan anak divonis bebas bersyarat dan dikembalikan ke orang tua masing-masing oleh Pengadilan Negeri (PN) Trenggalek, Selasa (29/08) ini. Pengadilan juga meminta Badan Pemasyarakatan Kediri dan Kejaksaan Trenggalek mengawadi keempat terdakwa hingga umur mereka 18 tahun. Majelis hakim menjadikan UU Perlindungan Anak no. 23 tahun 2003 sebagai dasar keputusan itu. Selain itu,perilaku terdakwa yang sopan dan berstatus siswa sekolah serta kemampuan orang tua yang sanggup untuk membina terdakwa selama penangguhan penahanan juga menjadi pertimbangan dijatuhkannya vonis.

Seperti diberitakan The Jakarta Post, kasus itu berawal dari diperkosanya Kuntum (bukan nama sebenarnya) oleh teman sekelasnya, DMS (12), SND (11), PTT (11) dan KKH (11). Kejadian itu berlangsung pada petengahan Mei 2006 dan terjadi beberapa kali di ruang kelas, perpustakaan dan kamar mandi di Sekolah Dasar Negeri (SDN) Gandusari II Trenggalek, Jawa Timur. Kejaksaan Negeri Trenggalek yang menangani kasus ini meminta keempat tersangka untuk ditahan di Lembaga Pemasyarakatan (LP) Trenggalek.

Keempatnya dijerat dengan dakwaan berlapis, melakukan perbuatan cabul secara bersama-sama dan berlanjut, sesuai pasal 82 KUHP tentang asusila. Meskipun dalam tuntutan yang dibacakan sebelum vonis Jaksa Penuntut Umum menuntut pengadilan mengembalikan keempat terdakwa ke orang tuanya dangan pengawasan penuh dari majelis hakim.

Atas vonis itu, Koordinator Surabaya Children Crisis Center (SCCC) Plan Surabaya Indonesia, Nonot Soeryono mengatakan seharusnya vonis itu terlebih dahulu didahului oleh pembatalan dakwaan. Karena dalam persidangan, pihak jaksa penuntut umum tidak bisa membuktikan bahwa kejadian itu memang benar-benar terjadi. "Harusnya dakwaan itu dibatalkan, dan keempat terdakwa dibebaskan sepenuhnya, karena semua tidak terbukti," katanya.

Kalau pembatalan dakwaan itu tidak dilakukan, Nonot khawatir empat terdakwa anak-anak itu akan mengalami trauma atas proses pengadilan dari perlakukan yang tidak dilakukannya. Proses rehabilitasi atas itu, sangat lama dan memunculkan traumatik atas terdakwa, pada itu yang diinginkan pengadilan," katanya pada The Post. Karena itu, Surabaya Children Crisis Center (SCCC) mengaku masih pikir-pikir atas vonis itu.

Suratman dari Chindren In Need Special Protection (CNSP) Project Officer PLAN Surabaya Indonesia mengatakan, meskipun vonis bebas itu tergolong ringan, namun prespektif pengadilan itu pantas untuk ditentang. Karena pengadilan itu tidak memiliki prespektif anak. Seharusnya, anak tetap harus diprioritaskan dan dibela dalam kasus anak. "Kalau statusnya anak-anak, maka negara harusnya meminta pertanggungjawaban pada orang tua, kalau orang tua dianggap tidak mampu membina, maka dia yang harus bertanggungjawab," katanya.



sumber: http://www.iddaily.net/2006/08/terdakwa-anak-kasus-perkosaan-divonis.html

Rabu, 14 April 2010

Macam-macam Psikoterapis

Ada tiga kelompok profesional yang anggota-anggotanya mendapat pendidikan dan pengalaman dalam psikoterapi, yaitu psikolog klinis, psikiater, dan pekerja social psikiatri.
1. Psikolog kilnis
Seorang psikolog klinis adalah yang telah mendapatkan gelar master. Psikolog banyak menggunakan bermacam-macam teknik untuk mendiagnosis masalah-masalah psikologis. Psikolog menggunakan psikoterapi untuk menangani masalah-masalah ini.
2. Psikiater
Psikiater adalah dokter yang mendapat spesialisasi dibidang psikiatri untuk menangani gangguan-gangguan mental.
3. Pekerja sosial psikiatri
Pekerja sosial mendapat gelar master atau dokter dalam karya sosial. Banyak pekerja sosial psikiatri berspesialisasi dalam terapi perkawinan atau keluarga.

Pengertian Terapi

Psikoterapi adalah suatu interaksi sistematis antara pasien dan terapis yang menggunakan prinsip-prinsip psikologi untuk mengatasi tungkah laku abnormal dan memecahkan masalah-masalah dalam hidup dan berkembang sebagai seorang individu. Ciri-ciri dari definisi mengenai psikoterapi akan dijelaskam dibawah ini:

1) Interaksi sistematis.
Psikoterapi adalah suatu proses yang menggunakan suatu interaksi antara pasien dan terapis. Kata sistematis adalah terapi menyusun interaksi-interaksi dengan suatu rencana dan tujuan khusus yang menggambarkan segi pandangan teoritis terapis.

2) Prinsip-prinsip psikologis.

3) Tingkah laku,perilaku, dan perasaan.
Psikoterapi memusatkan perhatian untuk membantu pasien mengadakan perubahan-perubahan behavioral, kognitif, dan emosional.

4) Tingkah laku abnormal, memecahkan masalah, dan pertumbuhan pribadi.
Tingkah laku abnormal seperti gangguan suasana hati, skizofrenia, dll. Untuk beberapa gangguan ini terapi biologis umumnya menggunakan peranan yang utama dalam perawatan, seperti skizofrenia. Orang –orang yang meminta bantuan untuk menangani hubungan-hubungan yang bermasalah atau masalah pribadi yang tidak terlalu berat seperti perasaan malu. Orang-orang yang mencari psikoterapi karena psikoterapi dianggap sebagai sarana memperoleh pertumbuhan yang baik.

Psikoterapi memerlukan interaksi verbal yaitu berinteraksi dengan pasien yang melibatkan pembicaraan. Dalam interaksi-interaksi itu, terapis yang terampil adalh pendengar yang penuh kreativ. Mendengar dengan penuh perhatian adalah suatu kegiatan yang akitif bukanlah pasif. Terapis juga harus menyampaikan empati melalui kata-kata dan gerak isyarat nonverbal, seperti mengadakan kontak mata.

Ciri-ciri umum dari psikoterapi adalah memberikan pasien suatu perasaan akan harapan. Terapis yang bertanggung jawab tidak menjanjikan hal-hal atau menjamin kesembuhan, melainkan menanamkan hal-hal yang positif terhadap pasien dalam menghadapi masalah-masalah yang ada. Harapan-harapan positif disebut akibat-akibat-akibat harapan (expectancy effects).

A. Pengertian Masa Pranatal

Masa Pranatal adalah masa konsepsi atau masa pertumbuhan, masa pembuahan sampai dengan masa pertumbuhan dan perkembangan individu yaitu pada saat pembuatan telur pada ibu oleh spermazoa pada ayah, bila spermatozoa pada laki-laki memasuki ovum pada perempuan terjadilah konsepsi atau pembuahan, terjadinya pembuahan semacam ini biasanya berlangsung selama 280 hari, perkembangan pokok pada masa ini ialah perkembangan fisiologis berupa pembentukan struktur tubuh.

Ilmu pengetahuan empiris baru mengetahui adanya sel telur dan sel sperma pada abad ke 17 yaitu setelah van leewenhoef berhasil menciptakan lensa pembesarnya, akan tetapi ilmu samawi ( pengetahuan yang didapat melalui wahyu Allah ) telah mengetahui adanya sel telur dan sperma sejak abad ke 7 yang di istilahkan dengan nutfah.