Selama seminggu ini media dengan gencarnya menyajikan berita tentang berbagai kericuhan yang berakhir dengan meninggalnya Ketua DPRD Sumut. Sebagai penonton, aku pun dibuat heran dan sekaligus prihatin ada apa sih dengan bangsa kita ini? Sampai aparat pun dibuat tidak berdaya(dan yang lebih memprihatinkan aparat selalu disalahkan dan harus menanggung resiko dicopot jabatannya seketika meski pun tidak sepenuhnya aparat salah) mengatasi “kebuasan” (terpaksa diberi istilah seram, apa ada istilah yang lebih baik dari itu?) masyarakat yang pro dan kontra pada keinginan sebagian masyarakat untuk diberlakukan pemekaran daerah. Ada apa?
ADHD : Attention Deficit Hyperactivity Disorder (Gangguan Kurang Perhatian/Hiperakitivitas)
Begitu besarnya keinginan seseorang atau sekumpulan orang untuk menjadi penguasa daerah, ingin menjadi “raja daerah” hingga tidak peduli lagi pada tata krama ketimuran yang selama ini selalu diagung-agungkan negara yang penduduknya ramah dan suka bergotong royong. Tidak malu lagi untuk berbuat sebaliknya, jauh dari norma manusia Pancasila.
Sebagai penonton, dan suka menganalisa kejadian dikaitkan dengan perilaku yang memerlukan kebutuhan khusus, kiranya perlu dipertimbangkan oleh pakar psikologi bahwa anarkhisme ini akibat orang dewasa pengidap ADHD di Indonesia ini makin bertambah secara signifikan.
Prof. Grant L. Martin mengupas habis di bukunya tentang Anak-anak Pengidap ADD/ADHD dan hanya sebagian kecil saja mengatakan bahwa mungkin ADHD ada pada orang dewasa.
Profesor memberikan contoh :
* Seseorang dengan perilaku yang disebut tidak bisa diam, misalnya kalau sedang rapat, dia tidak bisa duduk dengan tenang.
* Dia akan bergeliat geliut selama nonton filem atau TV dia akan terus menerus memindahkan saluran ke saluran yang lain.
* Dia tidak akan tahan menunggu siapa pun atau apa pun.
* Dia akan menghindari antrean-antrean.
* Dia tidak suka membaca buku. Pikirannya akan melayang-layang kemana-mana sehingga dia tidak bisa mengingat apa yang telah dia baca (tidak aneh kalau teman-temannya suka menjuluki “profesor linglung”).
* Meski pun orang tersebut cerdas dan cemerlang, tapi dia sangat pelupa dan tidak terorganisir.
* Dia akan sulit menyelesaikan apa saja yang dimulai dan cenderung akan berpindah dari satu tugas ke tugas lain dengan cara yang sembrono..
Seingatku di kantorku dulu ada sebut saja si A dikenal akan tiga D nya:
* Disorganized (tidak terorganisir)
* Distractible (mudah terganggu)
* Discombobulated (mudah marah)
Dia terganggu oleh hal-hal yang tidak penting, bahkan tidak mampu menyelesaikan tugas-tugas rutinnya. Bukan tidak berusaha tetapi pikirannya keluyuran dan bahkan ketika sedang mengobrol satu hadap satu saja dia tidak bisa memerhatikan, cepat sekali terganggu oleh gangguan-gangguan kecil, sering mengalami ledakan marah karena frustrasi.
Kembali ke topik, apakah gangguan yang dialami oleh orang-orang dewasa juga dapat didiagnosis, atau apakah mereka hanyalah warga negara-warga negara resah yang tinggal di dunia gila?
Meski pun kita tidak bisa menyimpulkan begitu saja dari uraian-uraian singkat ini, tapi yang jelas ciri-ciri ADD/ADHD mudah mengalami gangguan, keresahan, dan impulsivitas. Gejala-gejala ini sama seperti gejala yang dialami oleh anak-anak.
Riset menunjukkan bahwa sekitar 50% - 80% anak-anak ADHD terus mengalami berbagai masalah hingga masa remaja dan dewasa.
Orang-orang dewasa ADHD beresiko lebih besar memiliki kelemahan dan masalah yang lebih banyak dibandingkan anak-anak. Mereka bermasalah di sekolah, dengan kererampilan berpikir, keterampilan sosial, penyalahgunaan zat, tidak mematuhi peraturan-peraturan, dan melakukan hal-hal pelanggaran berlalu-lintas/kecelakaan mobil.
Jadi sangat mengkhawatirkan jika suatu negara yang warganya akan menurunkan generasi ADHD, akan dibawa kemana negara kita ini?
Diarsipkan di bawah: Renungan — marinki @ 10:51 and
sumber: http://marinki.blogdetik.com/category/renungan/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar